Keluhan klasik yang terjadi setiap tahun di hampir semua sekolah adalah kekurangan murid. Dan banyak cara dilakukan untuk mengatasinya. Dari sekian itu ada sebuah cara yang seragam, yaitu membuat brosur dan pasang banner segede Gaban, di area atau gerbang sekolah. Yang agak melek internet, di-posting di media sosial.
Apakah cara itu benar-benar efektif? Sebab banyak sekolah yang tidak menerapkan cara serupa, namun laris manis. Dan semua bangkunya terisi, bahkan sampai menolak-nolak calon siswanya.
Apakah metode spanduk ini sudah seperti macam ompong? Bisa jadi. Sebab metode tersebut itu tidak berbanding lurus dengan peningkatan jumlah murid. Meskipun di situ dipampang raihan medali dan piala. Juga beragam aktivitas, baik intra maupun ekstra.
Jika memang demikian, apa yang harus dilakukan oleh sekolah, di samping mengandalkan metode itu? Yaitu melakukan pengamatan dan survey kebutuhan orang tua. Karena bisa jadi wali murid menginginkan sekolah yang tidak membebani siswanya dengan kegiatan padat, dari pagi sampai sore. Selain itu, menguntungkan secara finansial (biasanya ini terjadi di sekolah yang berada di lingkungan berpendapatan rendah).
Dengan melihat hasil dari pengamatan dan survey tadi, akan menghasilkan pendekatan yang sesuai. Walaupun ini juga tidak menjamin seratus persen. Namun ini dapat menjadi lebih efektif daripada sekadar sebar-tempel brosur. Terlepas brosurnya menjanjikan iming-iming yang menggiurkan sukma.
Apakah ada cara lain? Tentu ada, dan banyak. Misalnya melakukan metode lomba. Orang selalu membayangkan budget-nya besar. Padahal tidak selalu, dan bisa mencari sponsor atau urunan dari orang tua wali murid.
Selain itu bisa menggunakan metode bina lingkungan. Metode ini lebih cocok dilaksanakan di lingkungan sekitar sekolah. Metode ini mengacu pada pendekatan saat kegiatan atau hajat pribadi dan lingkungan. Contohnya pernikahan, khitanan, agustusan, qurban, dan lain-lain. Di sini sekolah dapat menurunkan guru-gurunya (dapat pula dengan murid) menjadi bagian dari semacam event organizer dari kegiatan warga itu.
Metode lain adalah metode buzzer. Metode ini memanfaatkan kemampuan pihak lain untuk mewacanakan kehebatan dari sekolah. Pihak lain itu bisa dari walmur, murid, guru, atau orang yang dibayar, untuk terus menerus "memberondong" ruang udara pergaulan dengan statemen yang luar biasa dari sekolah tersebut.
Bagaimana? Mau mencoba? Atau punya metode lain yang lebih cocok-terap? Sebenarnya metode apapun bisa diterapkan, asalkan sekolahnya punya nyali dan melepaskan diri dari ikatan "andaikan". Karena hanya sekolah yang "mencintai" perubahan, yang akan adaptif sepanjang masa. Bukan soal dia disokong negara atau swasta.
Sumber gambar: cartoonstock.com
Iya ,p ajun mantap dan luar bisa .terima kasih saya bisa membaca tulisan ini ,dan perlu garis bawahi ,bahwa kita harus berubah dan betul_betul merdeka belajar .
BalasHapus