Sebagian besar guru yang saya temui, ternyata adalah keturunan dari guru. Sehingga saya dapat berasumsi, bahwa menjadi guru merupakan sebuah cara menjaga warisan leluhur. Nasab yang tak boleh putus atau lekang, meski diupah tak masuk akal.
Tentu ada yang tak sependapat dengan asumsi saya. Dan ini sah-sah saja. Tapi meskipun begitu, punyakah bukti otentik mereka ini? Semacam hasil survey atau pendataan. Jika tidak, ya sama saja seperti saya. Cuma bedanya, saya sudah "mensahihkan" pendapat saya lewat pertanyaan dan pengamatan secara langsung.
Dengan begitu, minimal saya tidak asal jeplak. Walau bisa dibilang, tidak terdokumentasi secara ilmiah. Ini bukan apologi atau ngeles lho. Sebab pendapat tentang hal apapun, harusnya diuji kevalidannya. Sehingga tidak tersungkur ke dalam kubangan debat yang tak berujung pangkal.
Wah bosonya kok terlampau puitis? Wes koyok gitulah. Pokoknya sesuatu yang terlontar dari mulut kita, sedapatnya dipertanggungjawabkan. Baik secara akademik maupun etik. Lah keterusan ngomong ginian. Piye tho kih? Kok geting aku.
Ya sudah kita akhiri perkataan yang ndakik-ndakik tadi. Sekarang kita kembali ke topik bahasan. Jika memang sebagian besar, tentu ada sebagian kecil dong? Yup betul sekali. Yang sebagian kecil itu, isinya sebagian besar berasal dari faktor kepepet. Dan ini jangan dibantah lagi. Sebab perolehan datanya juga sebelas-dua belas dengan metode yang digunakan pada hal sebelumnya.
Mengapa kepepet menjadi faktor pencetus orang menjatuhkan pilihan pada profesi guru? Karena ketika tak ada kesempatan atau lowongan kerja yang dapat dimasuki, menjadi guru adalah pilihan rasional. Kerasionalannya ini jika dibedah, akan terlihat seperti ini. Gaji gede, tunjangan lumayan, kerjaan cuma ngecuwes, dan kalau sudah senior bisa nge-bully junior dengan bebas tanpa terjerat hukum.
"Ooo berarti tidak majunya pendidikan di Indonesia, gegara ini dong?" Soal ini, bukan kapasitas saya untuk menjawab, meskipun didesak terus. Kalaupun akhirnya mau menjawab, paling-paling jawaban saya tidak jauh dari ungkapan ini, "Kok tanya saya?"
Sumber gambar: etsy.com
NB: Tulisan ini pernah saya posting di beberapa grup WhatsApp, dengan judul "Keturunan vs Kepepet". Pada tanggal 23 Januari 2022.