Boling Hanacaraka
(Hari Kedua Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom
Kemarin atau tepatnya tanggal 3 Januari 2022, saya memperkenalkan pembelajaran Aksara Jawa menggunakan peraga. Peraga tersebut saya namai "Boling Hanacaraka". Peraga ini terinspirasi dari permainan boling mini yang saya lihat sewaktu jalan-jalan ke Pasar Wisata Bojonegoro, tiga malam sebelumnya.
Peraga yang masih konsep atawa ngendon di awang-awang ini, langsung saya eksekusi bersama para siswa. Yang sehari sebelumnya, mereka saya minta membawa sebuah botol minuman bekas berukuran sedang. Dan untuk membuatnya tak memerlukan banyak bahan. Selain botol tadi, cuma membutuhkan kertas buffalo dua warna dua dan bola. Untuk alatnya hanya perlu gunting, staples, dan spidol papan tulis.
Sebenarnya tujuan utama saya memanfaatkan peraga ini, untuk menguji sejauhmana tingkat penguasaan materi Layang Hanacaraka. Dan hasilnya ternyata keseluruhan siswa tidak hafal. Ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagi saya. Sebab mereka ini adalah murid saya di kelas sebelumnya, yang baru lepas enam bulan lalu. Padahal saat mereka masih dalam genggaman, mereka belajar Aksara Jawa tiga kali dalam sepekan (sesudah jam sekolah, selama 30 menit). Dan mereka telah ngelotok di masa itu. Makanya saya merasa aneh, masak dalam waktu singkat hafalan itu menjadi lenyap.
Dengan menggunakan peraga tadi hasilnya cukup lumayan, dalam waktu singkat anak-anak mampu mengingat kembali Layang Hanacaraka, meski bisa dikatakan belum seratus persen. Apakah ini merupakan dampak dari pemanfaatan media dalam pembelajaran? Selama ini, saya jarang memakai media dalam pembelajaran bahasa. Saya cenderung terus menerus menggunakan prinsip verbalisme, baik itu untuk Bahasa Indonesia maupun Bahasa Jawa. Mungkin ini akibat dari "mitos" tentang pembelajaran bahasa yang monoton medianya, yang saya terjebak di dalamnya. Yang menguarkan pernyataan, semakin tinggi jenjang kelasnya, semakin tidak ada. Dan meninggalkan flashcard sebagai satu-satunya yang tersisa.
Dan karena hasilnya tadi belum seratus persen, maka minggu depan mereka akan saya perlihatkan alat peraga edukatif bernama Gendhera Hanacaraka. Mungkin dengan peraga ini, anak-anak lebih cepat melakukan memorizing Aksara Jawa dengan lebih cepat dan melekat. Dan poin melekat inilah yang lebih wajib. Sebab tak ada gunanya, jika cepat bisa, tapi juga cepat hilang. Selain daripada itu, mengajak para murid untuk mampu berkreasi memanfaatkan benda-benda yang sudah tak layak pakai, untuk dijadikan media pembelajaran. Sehingga kelak mereka, mampu adaptif dan inovatif terhadap perkembangan jaman, tanpa mengesampingkan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Serta mampu melejitkan kesejahteraan diri dan tidak larut dalam gaya hidup hedonisme.
Bojonegoro, 3 Januari 2023