12 Februari, 2022

,

Lingkaran Setan, Siapa yang Membuatnya?

Mengapa persoalan buruk yang menimpa kita, ogah-ogahan untuk pergi? Mungkin jawabnya adalah, karena kita tak mau bersungguh-sungguh mencari siapa yang bersalah. Kita kadang-kadang lebih suka menyalahkan semuanya. Di lain waktu, menyalahkan pihak lain. Namun sekejap pula, ingin tampil sebagai pahlawan, menyalah-nyalahkan diri sendiri. Di sini terlihat, bahwa kita begitu tumpul dalam menganalisa keadaan.

Pendidikan yang tinggi dan luasnya pengetahuan ternyata juga tak mampu menelisik apa yang sesungguhnya terjadi. Kita begitu membiasakan diri, berputar-putar pada suatu titik. Dan bila ada yang mencoba memberi saran, tetiba telinga kita tersumpal kapas tebal. Lalu pikiran kita, seperti katak dalam tempurung. Merelakan diri untuk terjebak pada stigma tertentu.

Meski begitu kita kemana-mana selalu memanggul idealisme. Dan berkoar-koar dimana-mana, sedang membutuhkan pembaharuan. Namun ketika ada yang mengulurkan tangan untuk membantu, kita justru memilih berleha-leha. Berdalih belum siaplah, belum waktunyalah, dan belum-belum lainnya.

Kalau begitu, apa sih maunya kita? Mau enak, tapi kok masih malas-malasan berusaha? Mau nyaman, tapi kok diam mematung sambil melamun saja? Apa kita memamg termasuk jenis orang yang hobi menunggu durian jatuh dari langit?

Jika memang begitu, berarti jiwa kita masih kerdil, atau masih kekanak-kanakan. Belum mampu memilah dan memilih mana yang patut dijadikan pijakan, dijadikan pedoman. Jauh dari nilai-nilai kedewasaan. Dan itu bisa menjadi bukti, bahwa usia  seringkali tidak dapat dijadikan patokan untuk menunjukkan bijaknya pemikiran.

Sumber gambar: pinterest.com

2 komentar:

  1. Betul sekali pak. Intinya hanya kesenangan yg ingin dinikmati, tanpa harus melewati kesulitannya. Luar biasa pak. Salam.literasi

    BalasHapus
  2. Tak banyak orang yang ingin menjalani proses kehidupan, dengan penderitaan. Maunya cepat dapat yang enak, tanpa ikhtiar yang berat.

    Sama-sama.

    Salam literasi juga.

    BalasHapus