Tampilkan postingan dengan label buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label buku. Tampilkan semua postingan

23 Maret, 2022

, , ,

Benarkah GLS Salah Arah?


Sejak pemerintah menggulirkan Gerakan Literasi Sekolah atau disingkat GLS, penulisan buku yang dilakukan oleh guru menjadi semakin marak. Seakan-akan ini seperti api membakar kayu kering, wuuuuk. 🔥

Namun lama kelamaan gerakan ini ada yang menganggapnya bergerak ke arah yang salah. ↩ Sebabnya antara lain, buku yang dihasilkan kebanyakan berupa keroyokan atau bahasa kerennya adalah antologi. Ditambah pula jenis tulisannya punya kecenderungan, kalau tidak cerpen, pasti puisi. Ini tidak terlepas dari tema yang diangkat, yang kebanyakan berisi ihwal awal menjadi guru dan hal-hal di luar tugas guru.

Sehingga menimbulkan nyinyiran seperti ini, "Mestinya buku 📚 yang dihasilkan terkait dengan bidang yang diampu. Masak guru Matematika berkarya tentang puisi melulu? Lagian puisinya juga nggak ada hubungannya sama sekali dengan dunia berhitung. Dan mutunya jauh dari nilai sastra." 

Akhirnya mereka menganggap hal ini menjadikan dunia perbukuan menjadi sesak oleh "sampah literasi" 📦. Di samping itu juga, mereka mensinyalir ada yang bermain membengkakkan sampah itu menjadi semakin membukit. Sebab ada tumpukan cuan bin fulus yang menanti. Dan temuan ini, semakin menumbuh-suburkan praduga tadi.

Yang menjadi pertanyaan, "Apakah salah jika seorang guru hanya mampu melebur dalam penerbitan buku antologi?" 

Jawaban tentang hal ini sangat debatable. Tergantung dari sisi mana yang mau dipijak. Ada yang melihat dari idealisme kepenulisan ✍ secara picik. Mereka berpendapat kelakuan seperti itu dianggap keliru. Mereka juga mengimbuhkan pernyataan seperti ini, "Bila belum mampu, mending mengumpulkan dulu tulisannya, baru kemudian dibukukan. Sebab untuk apa kegunaannya? Menginspirasi? Sebuah motivasi palsu yang sering dihembuskan para penerbit. Banyak penulis senior, yang setia bertahun-tahun menggeluti dunia penulisan, jarang yang menerbitkan buku tunggal. Bahkan jarang yang bermain dalam model pembuatan buku berombongan. Mereka menempuh jalan panjang dan berliku, sebelum mampu menerbitkan sebuah buku."

Memang demikian, pendapat mereka yang berpegang teguh pada tafsir idealisme sempit itu. Mereka tidak mau meluaskan cakrawala berpikirnya. Mestinya mereka, kalau bisa merendahkan ekspektasi. Sebab dengan semangat guru yang begitu tinggi dalam penulisan, paling tidak menggairahkan semangat untuk membaca, semangat untuk mencintai buku. Sebab kita tahu, buku adalah jendelanya dunia. Dengan adanya buku yang terus tercetak, akan melajukan gagasan-gagasan. Dan gagasan-gagasan itu akan berdampak pada perubahan. Jikalau ada buku yang tak bermutu, nanti pun akan terseleksi secara alamiah. Tak perlulah berkecil hati. 💝

Sumber gambar: spitjournal.com

05 Maret, 2022

,

My Diary "Membuat" Corona Sebagai Metode Belajar

29 Maret 2021
           Sekitar pukul 19.30 malam ini, saya keluar rumah untuk mencari makan. Di tengah perjalanan menuju rumah, tiba-tiba saya mendapatkan sebuah gagasan. Gagasan yang berkaitan dengan metode pengajaran. Sebenarnya gagasan ini cukup sederhana. Yang tak sederhana adalah namanya.
           Bagaimana bisa sederhana, kalau namanya adalah Corona? Siapapun hari ini pasti parno kalau mendengar kata Corona, tak cuma di Indonesia. Padahal bisa jadi yang dibahas adalah sebuah merek mobil dari Jepang. Karena itu bisa jadi, saya dianggap tak peka keadaan. "Keadaan pelik kok dibuat main-main", mungkin itu pikiran mereka.
           Terlepas dari ada dan tidaknya tuduhan itu, saya cuma bisa ngomong ini adalah sebuah gagasan. Tidak ada gagasan yang buruk. Apalagi gagasan ini tidak ditujukan untuk olok-olok ataupun meledek. Jadi ini murni tanpa tendensi. Malahan ini dapat dikatakan upaya untuk tidak terlalu dikekang penyakit itu. Masak kita mau dijajah terus-terusan olehnya? Tentu tidak kan?
           Terus bagaimanakah Metode Corona ini? Metode ini merupakan kependekan Coba Renungkan Obrolan dan  Cari Nilainya. Mungkin ada yang menyeletuk, "Kok maksa sih?". Betul kesannya memang dipaksakan. Ini tentu tak bisa dibantah. Namun, bila diteliti lebih dalam, bisalah hal itu. Mau ngomong itu tak sesuai PUEBI? Soal itu bisa kita bahas lain waktu.
           Kalau dibahas sekarang, pasti tulisan ini takkan jelas kelar-kelar jadinya. Untuk itulah kita lebih fokus pada Metode Corona ini saja. Metode ini dalam pembelajarannya berbasis dialog (percakapan). Dan tentu saja metode ini lebih cocok digunakan untuk pembelajaran di PKn dan Bahasa. 
           Dalam prosesnya, guru menyediakan sebuah dialog untuk dikaji secara individual oleh setiap siswa. Dan hasil dari kajiannya ditulis pada sebuah sticky note (ukuran 10cm x 10cm). Setelah itu ditempelkan di papan. Lalu guru mengajak anak-anak untuk melakukan diskusi kelas. Beginilah kira-kira konsepnya. Jika ada yang protes dan bilang, "Kok cuma gitu". Saya cuma bisa membalas, "Habis baru dapat tadi gagasannya."

30 Maret 2021
           Tadi malam, sudah saya ceritakan tentang bagaimana saya memperoleh Metode Corona. Sekarang saya akan lanjutkan ceritanya. Ceritanya nanti ini akan mengupas tentang pengembangannya.
           Setelah saya mendapatkannya, terus terang saya terpacu untuk menjadikannya sebuah buku. Dan pagi ini, saya mulai merancang apa-apa yang menjadi bagian buku tersebut. Buku ini nantinya berisi tentang berbagai pengertian dan "dalil" yang menyertainya. Selain itu, yang tak kalah penting adalah alasan mengapa metode ini harus ada. Sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif pilihan bagi bapak atau ibu guru untuk mengajar di sekolah.
           Di bawah ini adalah urutan bab yang direncanakan termaktub di dalam buku tersebut.
1. Belajar
2. Model Pembelajaran
3. Teks Bacaan
4. Dialog
5. Mencari Makna (Nilai)
6. Inventarisasi dan Klasifikasi
7. Diskusi Kelompok dan Kelas
8. Media Kertas Tempel
9. Tata Laksana
           Dari perencanaan urutan bab di atas, kelihatannya memudahkan saya dalam melangkah. Langkah awal yang mungkin saya ambil, pertama adalah mencari referensi. Termasuk di dalamnya KBBI, PUEBI, dan segala peraturan yang terkait. Langkah yang kedua adalah, menentukan target waktu. Berapa hari atau minggu yang saya butuhkan untuk menulis. Berapa jam seharinya. Langkah berikutnya lebih kepada aksinya, menulisnya. Dan itu dululah cerita saya, pagi ini. Bye. 😁

Sumber gambar: pnj.ac.id
NB: NB: Tulisan ini pernah saya posting di beberapa grup WhatsApp, dengan judul "Corona Kita Jajah Balik" dan "Mengembangkan Metode Pembelajaran Corona". Pada tanggal 29-30 Maret 2021. Dan sampai sekarang, buku ini belum dibuat. 😅

10 Februari, 2022

,

"DDJN", Buku Pertama yang Menghuni


"DDJN" ini adalah draft buku pertama yang mengisi kavling di blog ini. Sebelum lanjut, mungkin ada yang melempar tanya, "Apa itu DDJN?" Jawabnya adalah inisial dari buku yang nantinya akan saya terbitkan. Mengapa harus pakai singkatan? Agar nanti di ISBN tidak muncul judul yang sama, namun terlebih dahulu terbit. Padahal saya yang mengeluarkannya duluan lewat media sosial. Jadi intinya buku itu judulnya masih dirahasiakan.

Kalau memang dirahasiakan, kenapa juga kontennya diumbar-umbar? Saya pastikan takkan mungkin mirip, apabila ada yang mencoba memplagiasi. Selain itu, isinya kan tidak langsung blek. Dicicil satu persatu. Dan bisa juga muncul perubahan yang perlu di-update.

Jika memang begitu, apa isinya sangat penting? Ya tidak penting-penting amat sih. Seputaran bagaimana menjadi pemateri, pembicara, narasumber atau apapun istilahnya. Agar mereka nggak khawatir-khawatir amat saat mempersiapkan presentasi. Dan los dol saja, saat berceloteh di hadapan umum.

Ooo... cuma petunjuk menjadi pembicara? Ya begitulah maksudnya. Dibuat sepraktis mungkin dan efektif sewaktu diterapkan di lapangan. Tidak ada unggahan teori yang lebay. Yang penting bisa langsung ditelan dan cas-cis-cusnya lancar bingit miringit.

Berarti perlu dong buku itu dimiliki bagi para calon pembicara? Perlu sekali dan ini bukan ngecap lho. Sebab di situ nantinya, akan diungkap sebenar-benarnya fakta dibalik kesuksesan berbicara di hadapan publik. Tanpa bertele-tele. Pokoknya sat-set, wat-wet gitu loh maszzzeeeh. 😀

Sumber gambar: laelitm.com
,

Akhirnya Buku Pantunnya Jadi, Cakep

Akhirnya buku berjudul "111 Pantun untuk Guru" jadi jua. Setelah penantian berminggu-minggu. Buku tersebut dibuat anak-anak saya, Kelas V SDN Pandan II Kec. Ngraho Kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur. Pas peringatan Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2021 dan HUT PGRI Ke-76. Di tanggal 25 November 2021. Dalam waktu yang relatif singkat, sekitar dua jam. Mulai dari menulis hingga membuat cover bukunya. Dan kebetulan, saya hanya menaruh sebuah pantun. Sebagai genap-genapan sekaligus penyemangat mereka. 😁

Buku itu adalah buku ketiga dari murid-murid saya di Kelas V, bertepatan dengan tiga tahun saya mengampu kelas tersebut. Untuk dijadikan periksa, buku pertama dan kedua mengulas tentang pandemi Covid-19. Dan ini disuguhkan dalam bilingual (dwibahasa), Basa Jawa dan Bahasa Indonesia. Adapun judulnya adalah "Caramana Corona Ora Ana" dan "Sinau liwat Hape". Mengapa buku yang ketiga ini tidak berdwibahasa? Memang sengaja dibuat demikian. Karena rencananya, di tahun pelajaran ini akan rilis dua buah buku. Buku pertama yaitu buku pantun itu, yang berbahasa Indonesia dan  yang berikutnya memakai Basa Jawa.

Apakah anak sekolah dasar mampu membuat buku? Sebenarnya berangkat dari pertanyaan semacam inilah, buku berjudul "111 Pantun untuk Guru" dan buku sebelumnya tersebut lahir. Pertanyaan itu dapat dianggap sebagai pemicu maupun ungkapan ketidakpercayaan terhadap kemampuan anak sekolah dalam membuat buku, khususnya di jenjang sekolah dasar. Sebab pada umumnya dipandang, anak-anak seumuran itu. Jangankan membuat buku, diajak membaca buku saja, sulitnya minta ampun. Ini kok mau diajak bikin buku. Cari-cari kerepotan yang tak berguna.

Bagi yang tak percaya, tak masalah. Sebab faktanya buku-buku yang dibuat oleh anak-anak di jenjang serupa, bejibun banyaknya. Bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku prasekolah pun sudah banyak yang buat. Jadi umur tidak dapat dijadikan patokan untuk menunjukkan minat dan kemampuan seseorang dalam menulis. Biarpun batang usianya sudah tinggi, tidak menjamin dapat menulis, apalagi membuat buku.

Memang membuat buku butuh ketekunan. Dan bukan persoalan mudah bagi seorang guru untuk membimbing siswa dan siswinya untuk manut. Butuh effort yang luar biasa. Meskipun begitu, jika dijalankan akan berbuah manis pula. Seperti buku pantun di atas. Dan apabila Anda tertarik untuk mengagumi "kemanisannya", tak perlu merogoh saku dalam-dalam. Cukup 35 ribu Rupiah saja (belum ongkir) per bukunya. Maaf, siapa cepat dia dapat, sebab buku ini dicetak terbatas. Monggo. 👍

09 Februari, 2022

, ,

Bancakan Blog Baru

Blog ini adalah satu dari sekian banyak blog yang pernah saya buat. Maunya blog ini saya kasih nama "blogosuto". Plesetan dari kata blaka suta dari Basa Jawa, yang bermakna kejujuran yang masih murni. Mengapa berniat memberi nama demikian itu? Karena memang punya asa untuk menuliskan apapun di blog ini secara apa adanya, terus terang. Dan oleh sebab itu, ber-tagline "Menuliskan Secara Jujur, Apa Adanya".

Namun apa mau dikata, nama ini tidak mendapat ACC dari pihak blogger.com. Akhirnya memilih nama lainnya, tapi lagi-lagi ditolak. Setelah sekian kali ditolak. Sampailah memilih nama "Tulisan Ajun". Dan disetujui. Ini pun ada sedikit kecemasan, sebab sudah mencoba berulangkali. Meski ada secercah harapan, bahwa nama saya ini memang jarang dirilis di publik.

Sesudah pencarian nama yang menguras otak. Tibalah saatnya mencari template untuk blog. Dan ternyata plek ngejiplek sama susahnya. Alias setali tiga uang. Butuh waktu yang lama juga untuk pilah-pilih yang gampang dikustomisasi. Dan visualnya merak ati. Walaupun hal ini belum tentu, membuat nyaman semua pembaca. Untuk ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Akhir kata, semoga blog ini dapat menjadi seperti harapan saya. Menjadi "gudang penyimpanan" draft dari buku-buku saya nantinya. Sebab memang selama ini, kebanyakan hanya berada di media kertas atau disimpan di file docx. Dan bagi yang tergiur pada gambar tumpeng di atas, silakan comot di sini: https://www.boladeli.id/id/bola-inspirasi/tips-mudah-membuat-tumpeng-nasi-kuning-yang-enak-anti-gagal. Anggap saja itu bagian dari bancakan virtual ini. 😀