Tampilkan postingan dengan label siswa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label siswa. Tampilkan semua postingan

05 Januari, 2023

, ,

Ngobrol Panjang

Ngobrol Panjang
(Hari Keempat Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom

Masa remaja awal kira-kira masuk pada usia 10 hingga 10 tahun. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas anak sangat menonjol. Hal ini disarikan dari pernyataan Fadli, SE.. Dan dikutip dari Buku Tema 6 Kelas VI.

Melihat hal ini interaksi yang timbul antara guru dan murid, sudah sepantasnya bernuansa demokratis dan tidak dogmatis. Sehingga dalam prosesnya tidak terjadi ujaran-ujaran yang menggemakan sesuatu yang _top-down_. Tapi justru memfasilitasi upaya-upaya yang mendorong tumbuhnya inisiatif aktif-partisipatif dari diri siswa dalam sistem pengelolaan belajar di ruang kelas maupun tempat-tempat yang memungkinkan untuk belajar.

Maka untuk itu, saya sebagai guru perlu mengembangkan kondisi ruang belajar yang kondusif dan kontributif terhadap tumbuhnya potensi-potensi siswa, baik secara personal dan klasikal. Kebetulan sekali di hari keempat ini, memberikan celah kepada saya untuk mengajak para murid untuk berbicara "dari hati ke hati" tentang keadaan yang mereka alami saat ini (kejiwaan). Sebab materi ajar yang ada cukup ringkas. Sehingga memungkinkan untuk memberikan di sela-selanya, sebuah dialog hangat. Yang tentu saja sesuai dengan kebutuhan umur mereka.

Dari hasil pembicaraan tersebut, saya mendapatkan beberapa poin positif terkait dengan keinginan mereka untuk lebih mengembangkan potensi mereka. Di samping itu juga, muncul beberapa pemasalahan. Namun jika disimpulkan permasalahan tadi, lebih ke arah kepercayaan diri dan kurangnya fasilitas untuk tumbuh-kembangnya minat dan bakat mereka. 

Pastinya kedua hal tadi butuh jalan keluar atau solusi bergizi. Dan itu tidak melulu pula muncul keluar dari pemikiran siswa. Namun bisa saja dari mereka sendiri, dengan memberikan ke depannya space untuk berdiskusi secara intens. Sehingga mereka bisa saling mengisi dan mampu belajar sejak dini untuk memahami dampak dari suatu perilaku. Dan bagaimana cara mengatasinya seelegan mungkin.

Bojonegoro, 5 Januari 2023

06 Juli, 2022

Siswa, Murid, Pelajar, dan Peserta Didik, Mana yang Lebih Baik?

Tergelitik, itu mungkin ungkapan yang tepat, untuk menggambarkan apa yang ada di benak saya. Akibat dari membaca tak sengaja sebuah tulisan yang berisi perbedaan antara murid dan siswa. Dalam tulisan tersebut, makna "siswa" dipaparkan sebagai manusia yang mempunyai kepribadian kurang stabil, jauh dari kedewasaan. Berbeda halnya dengan arti "murid", dituturkan sebagai seseorang yang bersikap bijak. Dari pernyataan tadi jelas, kata "siswa" mengalami "character assasination". Sehingga menurut simpulan saya, kata "siswa" itu telah didiskreditkan.

Untuk memperkuat argumen saya, mari kita tengok pengertian keduanya di KKBI daring berikut ini:
a. Murid
Orang (anak) yang sedang berguru (belajar, bersekolah)
b. Siswa
Murid (terutama pada tingkat sekolah dasar dan menengah); pelajar

Dari sana kita tahu, kata "murid" dan "siswa" digunakan untuk saling menggantikan dan melengkapi dalam lingkup pendidikan. Bersamaan pula dengan kata "pelajar" dan "peserta didik". Empat serangkai ini dipakai secara konsisten dalam konteks yang berbeda-beda. Meskipun begitu, tidak ada dari keempat kosakata itu lebih unggul satu dengan yang lainnya. Artinya tidak terjadi pemeringkatan keberadaban.

Sebagai contoh, secara official ada istilah "wali murid". Dan tidak terdapat istilah "wali siswa", "wali pelajar", bahkan "wali peserta didik". Walaupun sebenarnya tetap dimungkinkan, utamanya pada "wali siswa". Lain hal ada pada istilah "perpisahan siswa" atau "penerimaan peserta didik baru". Begitu ajeg, kita memakainya seperti itu dan terasa klopnya.

Dengan demikian, memperbedakannya secara buruk justru akan menimbulkan percekcokan yang menguras energi. Anggap sajalah kata-kata tadi muncul untuk memperkaya khasanah kebahasaan kita. Oleh karena itu, mendinglah kita menempuh upaya-upaya yang mengandung perbaikan mutu pengajaran. Sebab sejak Era Reformasi hingga kini, kualitas output sekolah-sekolah kita semakin jauh panggang daripada api.

Sumber gambar: id.pinterest.com