Tampilkan postingan dengan label media. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label media. Tampilkan semua postingan

15 Januari, 2023

,

Bikin Peraga untuk Mapel Agama

Bikin Peraga untuk Mapel Agama
Oleh: Ajun Pujang Anom

Kemarin sore, Alhamdulillah saya berhasil menelurkan tiga konsep alat bantu pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Karena ini masih konsep yang tersimpan dalam benak, jadi masih bisa dibilang konsep yang mentah. Meskipun konsepnya masih mentah, namun ada yang sudah matang. Yaitu namanya. Namanya telah dibikin dan diyakini sudah tepat. Ini kok sama seperti ortu yang ngecek calon buah hatinya lewat USG, kemudian segera mencari nama yang cocok sesuai jenis kelamin. Padahal lho, belum tentu brojol dalam keadaan bagas-waras. Pokoknya, yang penting yaqin dan optimistic.

Dan ngomong-ngomong soal pemberian nama ini, butuh waktu yang tak sedikit. Ada yang sudah ketemu beberapa detik, ketika konsep peraganya sudah diperoleh. Ada yang memerlukan waktu belasan jam, dan menguras pikiran. Walaupun akhirnya menghasilkan nama yang bisa dibilang, "Yah, begitu saja." Memang betul, menciptakan sebuah nama bukanlah perkara mudah. Sebab dia penanda, dan sebagai penanda harus memicu ketertarikan. Apalagi ini nama sebuah alat bantu, tentu kudu yang bisa membetot perhatian. Tetapi tidak mengabaikan fungsionalitasnya.

Tiga buah peraga tadi, berasal dari tiga buah bahan ajar yang berbeda. Tiga buah materi tersebut adalah Tajwid, Asmaul Husna, dan Wudlu. Untuk peraga dari Tajwid, diberi nama Beta Manise. Nama ini kependekan dari Bendera Tajwid - Media Alternatif Sederhana). Yang kedua adalah Pahala Besar. Disingkat dari Peraga Asmaul Husna dalam Benda Saling Terkait). Dan yang terakhir, bernama Perwira Gema. Nama yang diambil dari Peraga Wudlu Informatif Gerak Maju.

Untuk peraga Beta Manise, merupakan modifikasi dari media pembelajaran yang telah saya buat dulu untuk materi Aksara Jawa, yaitu Gelatin (Gendhera Latih Hanacaraka). Sengaja saya comot dari sini, karena kesamaan substansi. Sedangkan peraga Pahala Besar, berasal dari pengembangan puzzle. Kita sudah ketahui bersama, bahwa puzzle bisa menjadi sarana yang bisa menyalurkan seluruh gagasan dalam hampir semua materi pelajaran. Khusus untuk Perwira Gema, berasal dari modifikasi alat peraga yang umum dijual di olshop, namun biasanya dibuat terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan. Dalam media ini, tidak benar-benar terpisah. Atau lebih tepatnya bergantian.

Semua peraga di sini, menggunakan bahan utama dari kertas (dapat diganti dengan bahan lain, sesuai keadaan). Dan juga bisa diwujudkan dalam animasi sederhana menggunakan aplikasi Microsoft PowerPoint (dapat juga dengan aplikasi lainnya, sesuai kebutuhan). Ini artinya ketiga peraga tadi bisa dikemas dengan beragam bentuk, sesuai dengan inovasi dan kreativitas guru. Jadi tidak zakelijk, monoton pakai satu bahan saja. Dan menurut saya, sebuah peraga harus mampu ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk, sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman.

Bojonegoro, 15 Januari 2023

03 Januari, 2023

,

Boling Hanacaraka

Boling Hanacaraka
(Hari Kedua Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom


Kemarin atau tepatnya tanggal 3 Januari 2022, saya memperkenalkan pembelajaran Aksara Jawa menggunakan peraga. Peraga tersebut saya namai "Boling Hanacaraka". Peraga ini terinspirasi dari permainan boling mini yang saya lihat sewaktu jalan-jalan ke Pasar Wisata Bojonegoro, tiga malam sebelumnya.

Peraga yang masih konsep atawa ngendon di awang-awang ini, langsung saya eksekusi bersama para siswa. Yang sehari sebelumnya, mereka saya minta membawa sebuah botol minuman bekas berukuran sedang. Dan untuk membuatnya tak memerlukan banyak bahan. Selain botol tadi, cuma membutuhkan kertas buffalo dua warna dua dan bola. Untuk alatnya hanya perlu gunting, staples, dan spidol papan tulis.

Sebenarnya tujuan utama saya memanfaatkan peraga ini, untuk menguji sejauhmana tingkat penguasaan materi Layang Hanacaraka. Dan hasilnya ternyata keseluruhan siswa tidak hafal. Ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagi saya. Sebab mereka ini adalah murid saya di kelas sebelumnya, yang baru lepas enam bulan lalu. Padahal saat mereka masih dalam genggaman, mereka belajar Aksara Jawa tiga kali dalam sepekan (sesudah jam sekolah, selama 30 menit). Dan mereka telah ngelotok di masa itu. Makanya saya merasa aneh, masak dalam waktu singkat hafalan itu menjadi lenyap.

Dengan menggunakan peraga tadi hasilnya cukup lumayan, dalam waktu singkat anak-anak mampu mengingat kembali Layang Hanacaraka, meski bisa dikatakan belum seratus persen. Apakah ini merupakan dampak dari pemanfaatan media dalam pembelajaran? Selama ini, saya jarang memakai media dalam pembelajaran bahasa. Saya cenderung terus menerus menggunakan prinsip verbalisme, baik itu untuk Bahasa Indonesia maupun Bahasa Jawa. Mungkin ini akibat dari "mitos" tentang pembelajaran bahasa yang monoton medianya, yang saya terjebak di dalamnya. Yang menguarkan pernyataan, semakin tinggi jenjang kelasnya, semakin tidak ada. Dan meninggalkan flashcard sebagai satu-satunya yang tersisa.

Dan karena hasilnya tadi belum seratus persen, maka minggu depan mereka akan saya perlihatkan alat peraga edukatif bernama Gendhera Hanacaraka. Mungkin dengan peraga ini, anak-anak lebih cepat melakukan memorizing Aksara Jawa dengan lebih cepat dan melekat. Dan poin melekat inilah yang lebih wajib. Sebab tak ada gunanya, jika cepat bisa, tapi juga cepat hilang. Selain daripada itu, mengajak para murid untuk mampu berkreasi memanfaatkan benda-benda yang sudah tak layak pakai, untuk dijadikan media pembelajaran. Sehingga kelak mereka, mampu adaptif dan inovatif terhadap perkembangan jaman, tanpa mengesampingkan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Serta mampu melejitkan kesejahteraan diri dan tidak larut dalam gaya hidup hedonisme.

Bojonegoro, 3 Januari 2023