14 Februari, 2022

,

Murid Taat, Mungkinkah "Diciptakan"?

Mempunyai murid yang taat di era sekarang ini, merupakan idaman semua guru. Bagaimana tidak melihat polah tingkah dari siswa-siswi sekarang ini, yang menunjukkan perilaku kepatuhan itu seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Butuh effort yang tinggi dan hasil nihil adalah sebuah keniscayaan. Mengapa bisa demikian? Apa ada yang salah dengan sistem pengajaran kita saat ini? Bukankah dari dulu sudah digembar-gemborkan tentang pentingnya etika?

Darimana untuk memulai penyelesaiannya, karena hal ini bagaikan mengurai benang kusut? Jika dimulai dari siswanya itu sendiri, apa pendekatan yang digunakan? Kelemahlembutan seratus persen? Apabila ini digunakan, tahu sendiri kan perilaku siswa-siswi kita, pasti ngelamak? Mereka malah menjadi besar kepala, dan tingkah buruknya semakin menjadi-jadi.

Dimulai dari guru, bagaimana caranya? Pendisiplinan ala finger print? Kita di lihat di lapangan, apakah manjur? Sebab faktanya instruktur di bidang perlistrikan kita belum baik. Jangankan di luar Jawa, di Jawa sendiripun, byar-pet masih fenomena lumrah. Ini belum menginjak soal internet, yang juga sebelas-dua belas dengan yang listrik tadi. 

Dari sekolah? Apakah memang personil di sekolah sudah mencukupi, khususnya di sekolah dasar negeri? Sudah mulai banyak guru yang rangkapan dua kelas, bahkan lebih untuk mengajar. Itu pun yang guru negeri juga terbilang sudah mulai "punah" keberadaannya. Bagaimana bisa minta mereka berdisiplin, bila untuk hidup saja kekurangan? Harus pontang-panting setiap hari, agar asap dapur mengebul.

Harapan terakhir tentu datangnya dari pemerintah. Tetapi apakah mungkin? Pendekatan kebijakan kita selama ini, masih top-down, belum sejajar antara semua stake-holder. Pemerintah "masih merasa" tahu apa yang harus dan tidak harus dilakukan. Tidak ada upaya sungguh-sungguh untuk duduk bersama, mengajak semua elemen terkait, termasuk masyarakat. 

Akhirnya idaman mempunyai murid yang taat masih jauh panggang daripada api. Masih hanya di dalam angan, utopis. Kerinduan yang musykil terobati, jika semua yang ada tidak memulai sebuah kesadaran baru akan pentingnya hal itu. Dan lebih suka menyerah kepada kenyataan. Serta berteman dengan keluhkesahan.

Sumber gambar: istock.com

0 komentar:

Posting Komentar