Semakin lama semakin berkembang wacana yang mendiskreditkan guru senior atau biasa kita sebut guru sepuh. Dan anehnya sebagian daripada guru sepuh ini juga mengaminkan hal itu. Semestinya mereka kompak untuk melawan stigmatisasi ini. Sebab bagaimanapun juga, guru sepuh adalah "aset bangsa" yang terpenting saat ini. Tanpa keberadaan mereka, mana mungkin republik ini masih kokoh berdiri hingga sekarang? Jadi eksistensi mereka, jangan sampai dinihilkan. Apalagi oleh alasan remeh-temeh macam penguasaan teknologi.
Dimanapun negara, yang diutamakan adalah sisi manusianya, bukan teknologinya. Karena teknologi sekadar "alat bantu". Yang namanya alat bantu adalah membantu proses berjalannya sesuatu dengan lebih cepat, mudah, atau baik. Meskipun begitu tidaklah urgen, tergantung dari kebutuhan. Ini sama halnya yang terjadi di ranah pendidikan. Teknologi hanya "memuluskan" pemahaman dengan cara yang lebih akseleratif dan menarik. Tapi tanpanya, proses pembelajaran tetap dapat berjalan sewajarnya. Bukannya malah nenjadi terseok-seok dan tertatih-tatih.
Di samping dianggap payah soal penguasaan teknologi, ada anggapan yang lebih "keji". Apakah itu? Ketidakmauan belajar alias tidak bersedia di-upgrade. Jikalau memang benar, tentu harus ada penyelidikan yang menyeluruh dan utuh. Jangan parsial, jangan setengah-setengah. Dan apabila mau menengok lebih dalam, ada sisi-sisi yang harus dipahami pengambil kebijakan. Bagaimanapun juga guru adalah manusia. Yang namanya manusia, tentu mengalami penyusutan fungsi anatomik.
Penyusutan fungsi anatomik adalah hal yang lumrah, dan sepantasnya terjadi pada diri manusia. Penyusutan yang terjadi salah satunya adalah pada daya ingat. Guru-guru sepuh tentu akan kesulitan, apabila "otaknya" dijejali pengetahuan-pengetahuan baru. Apalagi itu berbau asing, tentu sulit dikunyah oleh pemikiran mereka. Dan ini akan mendorong mereka mengalami keengganan untuk mempelajari.
Padahal hal ini tetap bisa disiasati. Bisa diatasi dari segi aturan, yaitu membuat sebuah sistem yang ready for use, siap pakai. Jadi guru-guru sepuh itu tinggal plek-plek-plek, tanpa harus susah payah dalam mengingat dan menggunakan. Kalaupun ini belum bisa dilaksanakan, minimal dibuat kebijakan di tingkat lembaga pendidikan. Agar terjadi kolaborasi antar pendidik dalam pemanfaatan teknologi. Sehingga mereka ini merasa tidak asing dan terasingkan. Juga dapat mengalih-dayakan hal itu ke para siswa (yang tentunya sudah dibekali terlebih dahulu). Dengan itu semua, baik guru sepuh maupun guru muda tidak lagi iren-kemiren. Sebab mereka saling bersinergi dan membutuhkan satu sama lainnya.
Sumber gambar: elementarymatters.com