05 September, 2022
Ada hubungan apa, antara Enda, Sambo, dan Blog?
Sambo Sang Penemu Blog
04 September, 2022
Blog yang Ramah Ponsel
03 September, 2022
Blog Ko Ngene, Kok Dibanding-bandingke
Akhirnya Bisa Meguru ke Mbah Ali Harsojo
30 Agustus, 2022
Mengapa Edublogger Top-topan Kebanyakan Guru SD?
20 Juli, 2022
KUTIBA (Klub Tiga Bahasa)
06 Juli, 2022
Siswa, Murid, Pelajar, dan Peserta Didik, Mana yang Lebih Baik?
28 Maret, 2022
Film Bocah, Memfasilitasi Sebuah Inisiatif
27 Maret, 2022
Writing-Hibernation
26 Maret, 2022
Pengajaran Multikelas, Efisiensi yang Melesatkan (Sebuah Rangkuman)
- Memusatkan perhatian murid.
- Memperjelas masalah yang menjadi pusat perhatian.
- Menganalisis pendapat murid.
- Memberi kesempatan kepada murid untuk mengeluarkan pendapat.
- Memeratakan kesempatan untuk berbicara.
24 Maret, 2022
Mendaku Guru Penulis, Tapi Jarang Menulis
23 Maret, 2022
Benarkah GLS Salah Arah?
22 Maret, 2022
Guru Inovatif "Sering" Dilihat dengan Tatapan Negatif
20 Maret, 2022
Guru Negeri dan Mitos Hutangnya
Prokrastinasi Mengancam Jiwa Guru
19 Maret, 2022
Adakah "Crazy Teacher" Indonesia?
17 Maret, 2022
Jadi Guru Jangan Insekyur
16 Maret, 2022
Mengapa Kita Bisa "Mendredag" Saat Public Speaking?
Kegiatan kemarin malam dan kejadian sore tadi yang saya alami, mensahihkan pendapat bahwa tidak semua orang dapat berkomunikasi dengan baik. Lebih-lebih pada komunikasi massa. Bahkan pada orang yang notabene sehari-hari menghadapi publik, yaitu guru. Meskipun yang dihadapi itu masih terbilang anak-anak.
Mengapa demikian? Mengapa bisa terjadi? Padahal kalau dipikir-pikir secara sekilas, guru sudah terbiasa. Artinya mereka ini mempunyai jam terbang yang tinggi. Dan tidak banyak profesi yang mampu menandinginya. Tapi jika dinalar secara dalam-dalam akan "ketahuan belangnya".
Kok ketahuan belangnya sih? Kagak sopan. Memang istilah itu terdengar kurang menghormati guru, namun jika mau menyelidik lebih dalam, istilah itu sudahlah tepat untuk dipakai. Sebab disadari maupun tidak, seorang guru akan cenderung "menyelepekan" kedudukan siswa. Sehingga dia dengan leluasa ngomong apa saja tanpa beban. Berbeda jika berbicara di hadapan umum atau disebut public speaking. Nyalinya ciut-mengkerut, karena dalam pikirannya orang-orang akan menggibahnya atau lebih dari segala hal dibanding dirinya.
Padahal itu adalah manifestasi dari gelapnya pemikiran. Terlalu berlebihan dalam memandang pendapat orang yang belum tentu juga ada wujudnya. Dan kalau dirangkaikan dalam kalimat tanya, bisa segerbong gini.
1. Apa mereka akan menertawakan saya?
2. Apa mereka paham dengan perkataan saya?
3. Apa mereka sedang menggunjing saya?
4. Apa yang saya sampaikan salah?
5. Apa mereka tidak menyukai saya?
Dan masih banyak "apa-apaan" lainnya. Ini hanya sebagian kecil saja. Namun mampu memotret fakta yang terjadi.
Akibatnya hal ini dapat menimbulkan peristiwa yang disebut dengan tongue-tied atau ilat mblundeti alias lidah tercekat. Sehingga kesulitan untuk melanjutkan pembicaraan. Dan ending-nya jelas tertebak. Bikin kisruh.
Tentu kita semua tidak ingin hal itu terjadi pada kita. Makanya sebelum melakukan public speaking, kita wajib melakukan latihan. Dan ini juga tetap berlaku pada orang yang sudah mahir dan terbiasa. Sebab bagaimanapun juga, dengan berlatih akan menguatkan hasil.
Latihan apa saja yang perlu dilakukan? Ada dua yang umum dilakukan, yaitu bantuan-cermin dan rekam-video. Keduanya dapat dilakukan sendiri maupun dibantu pihak lain. Selain itu juga di-back up dengan mempelajari bahasa tubuh, ekspresi wajah, kejelasan, intonasi, diksi, dan aksen.
Apakah masih ada persiapan lainnya? Masih. Yaitu membuat daftar perkiraan pertanyaan. Dengan membuat ini, kita menjadi dengan mudah menjawab. Dan ini tentu saja, dapat meningkatkan kepercayaan diri. Sebab memang ujung-ujungnya bahasan artikel ini tiada lain adalah rasa percaya diri. Makanya untuk meningkatkan hal itu, haruslah mampu menghafal materi (jika susah menghafal, buatlah tulisan garis besar) dan mengingat pendukung materi (humor, lagu, dalil agama quotes, dan dance).
NB: Mendredag ini adalah kosakata gaul Bahasa Jawa untuk kata "ndredeg" yang berpadanan kata dengan gemetar, grogi, atau gugup.
Referensi:
15 Maret, 2022
Menepati Janji Juga Perlu Dipelajari
- Memiliki nilai kejujuran dan keterbukaan yang tinggi.
- Anak bisa mengukur kemampuan dirinya dalam menepati janji. Ia belajar untuk tidak mengobral janji.
- Dipercaya oleh teman-teman dan lingkungannya.
- Mudah untuk menerapkan nilai lain kepadanya, karena siswa mudah percaya pada apa yang guru katakan.
14 Maret, 2022
Sudahkah Memuji Siswa di Hari Ini?
13 Maret, 2022
Tes Otka-otki untuk Melihat Keberbakatan Siswa
Sumber gambar: verywellmind.com