11 Februari, 2022

, , ,

Menulis dan Potret Buram Pendidikan

Kemampuan menulis bagi seorang guru, sesungguhnya harus di-install jauh-jauh hari sebelum menjalani peran sebagai guru. Sebab pekerjaan guru memang bertalian erat dengan penulisan. Dari membikin administrasi kelas macam rencana pengajaran beserta konco-konconya sampai mengurusi administrasi sekolah (sebagai tugas tambahan).

Jadi ketika ada seorang guru merengek ke temannya, minta dibuatkan soal atau lebih parahnya minta kiriman file jadinya, sepintas memang terdengar aneh. Namun begitulah fakta pendidikan di Indonesia. Dan ini janganlah buru-buru dianggap sebagai potret buram pendidikan. Perlu pisau kajian yang mampu membelah sampai ke urat-urat terkecil dari problema pendidikan tersebut.

Dan hal itu seharusnya menjadi konsen utama bagi semua pemangku kebijakan di setiap levelnya. Bukan diserahkan kepada kesadaran internal para guru semata. Sebab guru kita sudah berdarah-darah dalam membimbing tunas-tunas bangsa. Jika beban itu dilimpahkan sepenuhnya ke pundak mereka. Tentu kelelahan ekstrim akan mendera. Dan akibatnya bisa ditebak. Yaitu timbulnya "kemalasan berjamaah", yang terkomandoi secara gaib.

Apabila sudah begini, percayalah kutukan "education-treadmill" tercipta. Kelihatannya gegas perkasa, namun tak kemana-mana. Tentu hal seperti ini, tak sudi kita alami bukan?  Makanya diperlukan penumbuhan kesadaran kolektif, agar menemukan win-win solution di antara semua pihak. Tidak cuma satu pihak yang berada di situasi "asu gedhe menang kerahe".

Sumber gambar: dreamstime.com
, ,

Bagaimana ya? Susah Ngomongnya


Kemarin saya mendengar ucapan "ajaib" ini lagi. Sudah berapa sering, saya sudah lupa hitungannya. Termasuk berapa kali juga, secara pribadi memanfaatkannya. Bisa jadi, pembaca yang membaca tulisan ini pun berperilaku sama.

Saya pikir ungkapan ini, adalah bukti bahwa kosakata yang berada di kamus perbahasaan kita masih kurang mampu menampung apa yang kita inginkan. Makanya jika ada yang memprotes usulan, seperti kata "lebay" dan teman-teman sepertongkrongannya, untuk dimasukkan ke KBBI, merupakan suatu hal yang berlebihan. Sebab perkembangan bahasa adalah dinamis. Dan oleh karena itu, selalu tumbuh kata-kata baru. Kata-kata baru ini, ya tadi, dibutuhkan untuk menampung kebutuhan manusia untuk beraktualisasi.

Kembali ke ungkapan tadi. Ia tak mungkin "hadir" mengejawantah dalam benak kosong. Pasti ada alasan-alasan yang melatarbelakangi. Meskipun eksistensi keberadaannya, terkadang mengada-ada. Makanya praktik pengungkapannya perlu digelar. Agar mampu menyibak dalih apa yang bersembunyi di baliknya. Tentunya hal ini perlu pendekatan yang intens dan penuh kekepoan. Baik itu lewat metode celetukan semacam, "Haiya mbok ditulis saja, kalau susah ngomongnya", sampai yang rumit ngejelimet.

Sehingga kalaupun ada muncul perkataan "njeketek petel tibake ngana",  setelah mendengar argumen yang telah tersibak. Itu hal yang wajar sekali. Dan oleh karena itu, kita tak boleh larut dalam kondisi baperan. Sebab ujung-ujungnya alibi yang ditonjolkan adalah, "Saya tak enak hati. Takut menyinggung dan bla-bla-bla lainnya."

Sumber gambar: dreamstime.com


10 Februari, 2022

Puisi Xerox Alias Puisi Fotokopi

Sejak mengenalnya puluhan tahun silam, saya langsung menggemarinya tanpa proses babibu. Katanya puisi aliran ini, marak di era 70an. Puisi jenis ini dianggap bukan puisi sebenarnya. Karena sesuatu yang sepele, menurut saya. Cuma gegara tidak ada "pengendapan". Sebab katanya, puisi yang baik itu harus terlahir dari sebuah endapan yang deep. Bukan sesuatu yang makpecungul atawa makbedunduk begitu saja.

Namun persoalannya berapa lama harus diendapkan? Apakah seminggu, sebulan, setahun, ataukah sampai seabad? Saya pernah bikin puisi sekitar tahun 96-97, dan sampai sekarang belum selesai. Apa ini juga bisa dibilang masuk dalam kriteria tersebut? Kalau mau tahu, beginilah puisi saya itu.

Di dalam sinar yang redup,
kucari makna hidup

Bagaimana? Itu sudah terendapkan belum?

Kalaupun belum dianggap terendapkan, ya nggak papa. Saya malah senang, itu artinya puisi saya masih kategori puisi yang asal main comot dan spontan. Dan ini artinya saya masih fans berat dari puisi xerox. Loyalitas tanpa negoisasi. Pokoknya madep manteb tanpa melar-mengkerut.

Dan malam ini, kembali saya buktikan keabsahan sebagai penganut setia puisi xerox. Lihatlah puisi di bawah ini, yang tercipta saat menyusuri jalanan yang mulai lengang. Dan tak sengaja, mengambil rintik hujan sebagai teman seperjalanan.

Menenun pantun
Menenun sukma

Hanya bagi yang berkelimpahan waktu dan rasa

Jika tak, 
JAUHI!
Sebab bila memaksa
Akan merusuhi indahnya peradaban

Sumber gambar: shutterstock.com
,

"DDJN", Buku Pertama yang Menghuni


"DDJN" ini adalah draft buku pertama yang mengisi kavling di blog ini. Sebelum lanjut, mungkin ada yang melempar tanya, "Apa itu DDJN?" Jawabnya adalah inisial dari buku yang nantinya akan saya terbitkan. Mengapa harus pakai singkatan? Agar nanti di ISBN tidak muncul judul yang sama, namun terlebih dahulu terbit. Padahal saya yang mengeluarkannya duluan lewat media sosial. Jadi intinya buku itu judulnya masih dirahasiakan.

Kalau memang dirahasiakan, kenapa juga kontennya diumbar-umbar? Saya pastikan takkan mungkin mirip, apabila ada yang mencoba memplagiasi. Selain itu, isinya kan tidak langsung blek. Dicicil satu persatu. Dan bisa juga muncul perubahan yang perlu di-update.

Jika memang begitu, apa isinya sangat penting? Ya tidak penting-penting amat sih. Seputaran bagaimana menjadi pemateri, pembicara, narasumber atau apapun istilahnya. Agar mereka nggak khawatir-khawatir amat saat mempersiapkan presentasi. Dan los dol saja, saat berceloteh di hadapan umum.

Ooo... cuma petunjuk menjadi pembicara? Ya begitulah maksudnya. Dibuat sepraktis mungkin dan efektif sewaktu diterapkan di lapangan. Tidak ada unggahan teori yang lebay. Yang penting bisa langsung ditelan dan cas-cis-cusnya lancar bingit miringit.

Berarti perlu dong buku itu dimiliki bagi para calon pembicara? Perlu sekali dan ini bukan ngecap lho. Sebab di situ nantinya, akan diungkap sebenar-benarnya fakta dibalik kesuksesan berbicara di hadapan publik. Tanpa bertele-tele. Pokoknya sat-set, wat-wet gitu loh maszzzeeeh. 😀

Sumber gambar: laelitm.com
,

Akhirnya Buku Pantunnya Jadi, Cakep

Akhirnya buku berjudul "111 Pantun untuk Guru" jadi jua. Setelah penantian berminggu-minggu. Buku tersebut dibuat anak-anak saya, Kelas V SDN Pandan II Kec. Ngraho Kab. Bojonegoro Prov. Jawa Timur. Pas peringatan Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2021 dan HUT PGRI Ke-76. Di tanggal 25 November 2021. Dalam waktu yang relatif singkat, sekitar dua jam. Mulai dari menulis hingga membuat cover bukunya. Dan kebetulan, saya hanya menaruh sebuah pantun. Sebagai genap-genapan sekaligus penyemangat mereka. 😁

Buku itu adalah buku ketiga dari murid-murid saya di Kelas V, bertepatan dengan tiga tahun saya mengampu kelas tersebut. Untuk dijadikan periksa, buku pertama dan kedua mengulas tentang pandemi Covid-19. Dan ini disuguhkan dalam bilingual (dwibahasa), Basa Jawa dan Bahasa Indonesia. Adapun judulnya adalah "Caramana Corona Ora Ana" dan "Sinau liwat Hape". Mengapa buku yang ketiga ini tidak berdwibahasa? Memang sengaja dibuat demikian. Karena rencananya, di tahun pelajaran ini akan rilis dua buah buku. Buku pertama yaitu buku pantun itu, yang berbahasa Indonesia dan  yang berikutnya memakai Basa Jawa.

Apakah anak sekolah dasar mampu membuat buku? Sebenarnya berangkat dari pertanyaan semacam inilah, buku berjudul "111 Pantun untuk Guru" dan buku sebelumnya tersebut lahir. Pertanyaan itu dapat dianggap sebagai pemicu maupun ungkapan ketidakpercayaan terhadap kemampuan anak sekolah dalam membuat buku, khususnya di jenjang sekolah dasar. Sebab pada umumnya dipandang, anak-anak seumuran itu. Jangankan membuat buku, diajak membaca buku saja, sulitnya minta ampun. Ini kok mau diajak bikin buku. Cari-cari kerepotan yang tak berguna.

Bagi yang tak percaya, tak masalah. Sebab faktanya buku-buku yang dibuat oleh anak-anak di jenjang serupa, bejibun banyaknya. Bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku prasekolah pun sudah banyak yang buat. Jadi umur tidak dapat dijadikan patokan untuk menunjukkan minat dan kemampuan seseorang dalam menulis. Biarpun batang usianya sudah tinggi, tidak menjamin dapat menulis, apalagi membuat buku.

Memang membuat buku butuh ketekunan. Dan bukan persoalan mudah bagi seorang guru untuk membimbing siswa dan siswinya untuk manut. Butuh effort yang luar biasa. Meskipun begitu, jika dijalankan akan berbuah manis pula. Seperti buku pantun di atas. Dan apabila Anda tertarik untuk mengagumi "kemanisannya", tak perlu merogoh saku dalam-dalam. Cukup 35 ribu Rupiah saja (belum ongkir) per bukunya. Maaf, siapa cepat dia dapat, sebab buku ini dicetak terbatas. Monggo. 👍

09 Februari, 2022

, ,

Bancakan Blog Baru

Blog ini adalah satu dari sekian banyak blog yang pernah saya buat. Maunya blog ini saya kasih nama "blogosuto". Plesetan dari kata blaka suta dari Basa Jawa, yang bermakna kejujuran yang masih murni. Mengapa berniat memberi nama demikian itu? Karena memang punya asa untuk menuliskan apapun di blog ini secara apa adanya, terus terang. Dan oleh sebab itu, ber-tagline "Menuliskan Secara Jujur, Apa Adanya".

Namun apa mau dikata, nama ini tidak mendapat ACC dari pihak blogger.com. Akhirnya memilih nama lainnya, tapi lagi-lagi ditolak. Setelah sekian kali ditolak. Sampailah memilih nama "Tulisan Ajun". Dan disetujui. Ini pun ada sedikit kecemasan, sebab sudah mencoba berulangkali. Meski ada secercah harapan, bahwa nama saya ini memang jarang dirilis di publik.

Sesudah pencarian nama yang menguras otak. Tibalah saatnya mencari template untuk blog. Dan ternyata plek ngejiplek sama susahnya. Alias setali tiga uang. Butuh waktu yang lama juga untuk pilah-pilih yang gampang dikustomisasi. Dan visualnya merak ati. Walaupun hal ini belum tentu, membuat nyaman semua pembaca. Untuk ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya.

Akhir kata, semoga blog ini dapat menjadi seperti harapan saya. Menjadi "gudang penyimpanan" draft dari buku-buku saya nantinya. Sebab memang selama ini, kebanyakan hanya berada di media kertas atau disimpan di file docx. Dan bagi yang tergiur pada gambar tumpeng di atas, silakan comot di sini: https://www.boladeli.id/id/bola-inspirasi/tips-mudah-membuat-tumpeng-nasi-kuning-yang-enak-anti-gagal. Anggap saja itu bagian dari bancakan virtual ini. 😀