09 Januari, 2023

Responsif Bukan Reaktif

Responsif Bukan Reaktif
(Hari Ketujuh Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom

Memasuki hari ketujuh masuk sekolah, atmosfir kemalasan tiba-tiba melingkupi diri saya. Apa ini efek dari sekolah yang teramat jauh, ditambah dengan gaji yang belum nampak hilalnya sampai sekarang? Apabila ini dianggap "iya", tentu sebagai guru harus lekas-lekas menepisnya. Sebab jika membiarkannya, akan berdampak pada proses pembelajaran. Karena bagaimanapun, guru adalah yang menjadi pelaku utama dalam situasi pendidikan. Setiap gerak langkahnya akan dilihat dan diikuti. Kalau hatinya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Maka aura ruangan kelasnya akan terasa gundah gulana.

Sehingga output pembelajaran yang nantinya diharapkan takkan terbit. Tentu ini hal yang tidak diinginkan bukan? Makanya tak cuma saya saja, setiap guru pasti suatu saat akan mengalami kondisi yang serupa. Walaupun berbeda asal musababnya. Namun kudu bersegera melakukan tanggapan yang tepat dan terukur. Walaupun ini juga tak mudah. Yang namanya hati seringkali sulit dikompromikan untuk di balik kembali keadaannya menjadi normal-sewajarnya. 

Untuk itu diperlukan perenungan yang mendalam, akan tetapi juga secepatnya menemukan hasil. Walaupun juga tak boleh gegabah. Berusaha jangan merugikan siapapun, termasuk diri sendiri. Sebab jika terbiasa mengalah, namun diiringi ketidak-tulusan tak akan ada guna dan manfaatnya. Hanya menimbulkan bom waktu yang kapanpun bisa meledak, tanpa ada yang tahu sebelumnya.

Perenungan diri sebagai pihak yang telah diamanahi ilmu sekaligus anak didik. Dengan amanah tersebut tentu saja ada tanggung jawab di baliknya. Berbicara tanggung jawab, artinya berkesungguhan segenap jiwa untuk melaksanakan sebaik-baiknya. Menomor-satukan sikap dan tindakan yang profesional. Tapi tidak berlebihan, lebih-lebih menepikan kebutuhan pribadi sama sekali. Yang apabila ditarik ujungnya adalah mampu menyuguhkan win-win solution terhadap apapun akar permasalahan. Agar kelak di kemudian hari, tidak terjadi gejolak hati dan keluhan yang berlarut-larut.

Jika ini mampu dilakukan, hasil torehannya akan mudah ditebak. Proses pembelajaran, baik yang sedang, telah, dan nantinya dilaksanakan, berdampak seperti apa yang dicita-citakan. Sehingga tak ada tuh yang namanya "kegalauan". Enjoy-enjoy saja melihat semuanya. Apalagi ruangan kelasnya seperti pada gambar. Baru dan bercat hijau. Terasa adem dan menyegarkan.

Bojonegoro, 9 Januari 2023

07 Januari, 2023

,

Refleksi dan Review

Refleksi dan Review
(Hari Keenam Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom

Tanggal 7 atau hari keenam telah tiba. Pasti kedatangannya tetap membuncahkan sejumlah angan. Dari sisi murid, hari Sabtu adalah hari menjelang libur. Hari dimana bisa "mengumbar" kebebasan, sebab di hari-hari biasa merasa terkungkung dan terbebani. Apakah pemikiran tersebut salah? Tentu saja tidak, sebab sebagian besar berpendapat semacam itu. Mungkin hanya segelintir, yang merasa nikmat jika hidupnya dipenuhi dengan berbagai tugas dan kerjaan.

Oleh karena itu, tidak ada tugas tambahan yang perlu dibebankan kepada siswa, saat di rumah alias pekerjaan rumah (PR). Bagi sebagian guru, opini itu tidaklah tepat. Alasannya antara lain, membuat siswa agar selalu ingat belajar kapanpun dan dimanapun. Membikin mereka tidak bermalas-malasan. Menurut saya argumen ini dapat dikatakan tepat, dapat pula dikelirukan. Tergantung apa hal yang menjadi tugas rumahan. Kalau tugasnya cuma berupa soal-soal belaka, yang lebih banyak menguras energi. Ini tidaklah tepat.

Namun saya yakin pendapat saya ini, tidaklah seratus persen bisa dijadikan pegangan. Sebab tiap guru punya idealisme tersendiri, terkait bagaimana memanfaatkan hari libur bagi siswa. Dan juga, bisa jadi tugas tambahan itu merupakan faktor penentu keberhasilan siswanya kelak. Who knows? Meskipun begitu, tiap guru harus mampu memaknai, bahwa setiap aktivitas pembelajaran yang dihadirkan berpusat pada kebutuhan siswa (student centered). Bukan upaya terselubung dari guru untuk membalaskan dendamnya di masa lalu, dimana dia dihajar oleh bejibun pekerjaan dari gurunya.

Setiap guru hendaknya pula menginsyafi, bahwa para siswa yang diemongnya tidaklah punya karakter seperti dirinya. Tiap anak punya keunikan tersendiri. Oleh karena itu mereka punya gaya belajar yang berbeda. Dalam situasi klasikal, memang teramat sulit untuk menyajikan suatu pembelajaran yang memenuhi kebutuhan secara personal. Akan tetapi bisa diupayakan kondisi pembelajaran berdasarkan kelompok gaya belajar tertentu (yang mungkin dapat dilaksanakan secara bergantian, dalam satu kurun waktu).

Seperti yang kita ketahui, gaya belajar ada tiga hal. Yaitu audiotori, visual, dan kinestetik. Audiotori sangat cocok untuk metode ceramah. Sebab bagi mereka yang suka mendengar, metode ceramah memungkinkan lebih cepat diserap dibandingkan lainnya. Berbeda dengan audiotori, anak-anak dengan gaya belajar visual, lebih termanjakan dengan metode-metode yang berbasis grafis (gambar). Sedangkan gaya belajar terakhir, yaitu kinestetik, meluapkan waktu belajarnya dengan metode yang dekat dengan gerak-gerak dinamis. Tidak cuma duduk diam manis, mendengarkan, dan melihat saja.

Bagi guru yang terbiasa merenung dan bertukar gagasan dengan guru-guru lainnya, bukanlah persoalan yang sukar mengemas strategi pembelajaran yang mampu melegakan semua gaya belajar siswa. Untuk itulah seharusnya semua stake holder pendidikan juga punya kesadaran yang sama. Dan bersama-sama mendorong guru untuk selalu melakukan perbaikan dalam pengajarannya. Tentunya dengan menjalankan hal-hal yang jauh dari ancaman dan sanksi. Sebab kedua hal ini, secara psikologis membikin guru malah ketakutan dan tertekan. Jika ini yang terjadi, pendidikan kita semakin "jauh panggang daripada api".

Bojonegoro, 7 Januari 2023

06 Januari, 2023

,

Mendulang Imajinasi dan Kreativitas

Mendulang Imajinasi dan Kreativitas
(Hari Kelima Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom

Hari kelima, saatnya mengamati para peserta didik dalam memancing hasrat imajinasi dan kreativitas dari lubuk hati dan pikiran mereka. Apakah mereka mampu memunculkan dan menuangkannya dalam sebuah produk yang dapat tersentuh oleh tangan dan dilihat oleh mata? Apakah dalam prosesnya juga mampu mengikhtiari tanpa petunjuk terperinci dari guru?

Jawaban dari pertanyaan kedua ini tentu saja masih jauh dari harapan. Sebab ketika dalam pelaksanaan tugasnya, mereka masih menyibukkan untuk bertanya ini dan itu, secara detail. Padahal sudah diterangkan di awal dan diulang beberapa kali, untuk berani mengeksplor bahan-bahan yang sudah diberikan. Dan dikerjakan secara bersama-sama. Karena ini adalah tugas kelompok.

Dalam tugas kelompok, tentunya harus ada sharing pembagian peran. Tidak boleh ada pihak yang berdiam diri, sedangkan pihak yang lain heboh dan ribet sendiri. Kegotong-royongan adalah kunci dalam aktivitas seperti ini. Tiap anak punya potensi atau kelebihan yang saling melengkapi. Jadi tidak ada yang boleh menjalani sendirian. Tiap anak harus mempunyai semangat untuk menunaikan tugasnya sesebisa mungkin, dan mengoptimalkan apa yang dimiliki.

Namun pada kenyataannya, ada sebagian siswa yang kurang mempunyai inisiatif untuk menyelesaikan tugas. Mereka cenderung untuk mengamati dan lebih banyak diam. Sehingga hal ini tentunya berdampak pada waktu yang telah ditentukan. Yang mestinya waktu pengerjaan cukup dilakukan di hari ini, akhirnya molor ke hari esok. Dan ini pastinya bisa dijadikan umpan balik bagi mereka dalam memandang fenomena ini.

Mereka akan sama-sama melihat dan mengerti, bahwa tidak mengenakkan jika menemui situasi, dimana ada yang berleha-leha saja, sedangkan pihak lainnya bekerja dengan keras. Padahal apa yang diusahakan nantinya, akan dinikmati bersama-sama. Dalam kondisi normal di masyarakat, keadaan ini dapat memunculkan hujatan dan kecaman. Selain itu, dalam bentuk ekstrimnya, orang-orang yang melakukan tindakan bermalas-malasan, dikenai sanksi pengucilan.

Nasihat di atas, memungkinkan mereka meresapi lebih kuat. Sebab dipraktikan secara realistik, tidak cuma keluar secara verbalistik. Sehingga jika timbul pertanyaan semacam ini, "Maukah kalian menjadi pihak yang tidak mau turut serta dalam sebuah kegiatan sosial?" Tentu saja, jawabannya adalah tidak. Karena kita adalah makhluk sosial. Yang di dalam diri, ada kesadaran untuk berbuat bersama-sama, untuk mencapai sebuah tujuan yang sama.

NB: Anak-anak sedang membuat poster.

Bojonegoro, 6 Januari 2023

05 Januari, 2023

, ,

Ngobrol Panjang

Ngobrol Panjang
(Hari Keempat Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom

Masa remaja awal kira-kira masuk pada usia 10 hingga 10 tahun. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas anak sangat menonjol. Hal ini disarikan dari pernyataan Fadli, SE.. Dan dikutip dari Buku Tema 6 Kelas VI.

Melihat hal ini interaksi yang timbul antara guru dan murid, sudah sepantasnya bernuansa demokratis dan tidak dogmatis. Sehingga dalam prosesnya tidak terjadi ujaran-ujaran yang menggemakan sesuatu yang _top-down_. Tapi justru memfasilitasi upaya-upaya yang mendorong tumbuhnya inisiatif aktif-partisipatif dari diri siswa dalam sistem pengelolaan belajar di ruang kelas maupun tempat-tempat yang memungkinkan untuk belajar.

Maka untuk itu, saya sebagai guru perlu mengembangkan kondisi ruang belajar yang kondusif dan kontributif terhadap tumbuhnya potensi-potensi siswa, baik secara personal dan klasikal. Kebetulan sekali di hari keempat ini, memberikan celah kepada saya untuk mengajak para murid untuk berbicara "dari hati ke hati" tentang keadaan yang mereka alami saat ini (kejiwaan). Sebab materi ajar yang ada cukup ringkas. Sehingga memungkinkan untuk memberikan di sela-selanya, sebuah dialog hangat. Yang tentu saja sesuai dengan kebutuhan umur mereka.

Dari hasil pembicaraan tersebut, saya mendapatkan beberapa poin positif terkait dengan keinginan mereka untuk lebih mengembangkan potensi mereka. Di samping itu juga, muncul beberapa pemasalahan. Namun jika disimpulkan permasalahan tadi, lebih ke arah kepercayaan diri dan kurangnya fasilitas untuk tumbuh-kembangnya minat dan bakat mereka. 

Pastinya kedua hal tadi butuh jalan keluar atau solusi bergizi. Dan itu tidak melulu pula muncul keluar dari pemikiran siswa. Namun bisa saja dari mereka sendiri, dengan memberikan ke depannya space untuk berdiskusi secara intens. Sehingga mereka bisa saling mengisi dan mampu belajar sejak dini untuk memahami dampak dari suatu perilaku. Dan bagaimana cara mengatasinya seelegan mungkin.

Bojonegoro, 5 Januari 2023

04 Januari, 2023

,

Tekstualisasi Permainan

Tekstualisasi Permainan
(Hari Ketiga Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom


Tak terasa sudah tiga hari masuk sekolah, dan anak-anak mulai terbiasa kembali belajar. Maklumlah setelah liburan, mereka masih punya kecenderungan aras-arasan dalam beraktivitas. Untuk itulah guru harus pandai-pandai membaca situasi yang ada, jangan langsung ngegas memberi materi maupun soal yang berat-berat.

Oleh karena itulah, saya memberikan evaluasi "bergaya" AKM dengan pendekatan soal bermodel pernyataan benar atau salah. Dengan soal ini, anak-anak diharap tergerak untuk membaca dengan penuh perhatian. Sehingga nantinya mereka mampu memahami isi bacaan dengan baik. Jika mampu memahami isi bacaan dengan baik, tentunya hasil pekerjaannya akan memperoleh skor sempurna.

Agar ekspektasi dapat tercapai, bacaan yang dijadikan acuan untuk menjawab haruslah menarik. Sebab seperti yang kita tahu, minat baca murid-murid masihlah rendah. Tentunya hal itu akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Makanya perlu dicari jalan keluar terdekat, yang memungkinkan tumbuh kesenangan dalam membaca di diri mereka. Untuk itu perlu dihadirkan bacaan yang sesuai materi pelajaran, namun dikemas dengan konten yang memikat hati.

Seperti saat ini, anak-anak begitu menyukai permainan lato-lato alias bola tek-tek. Terlepas dari sebagian kita kurang menyukai, dan menganggap permainan itu bikin berisik saja. Kesukaan akan permainan ini bisa kita kemas dalam bentuk tekstual. Serta memberikan bubuhan cikal bakal, dan bumbu-bumbu cerita yang menyedapkan. Dengan hal ini, ternyata dapat memancing perhatian mereka, agar intens dan khusyuk dalam membaca.

Dan sesuai dengan harapan, 80% siswa memperoleh nilai 100. Sedangkan 20% meraih nilai 80. Ketika siswa-siswi yang mendapatkan poin 80 ini ditanya alasan dibalik kekeliruan mereka dalam menjawab, mereka mengatakan hanya kurang teliti saja dalam membaca. Saya rasa ini adalah dalih yang logis. Dikarenakan ketika mendapat soal lagi secara lisan terkait bacaan tersebut, mereka mampu memberikan jawaban-jawaban yang tepat.

Bojonegoro, 4 Januari 2023

03 Januari, 2023

,

Boling Hanacaraka

Boling Hanacaraka
(Hari Kedua Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom


Kemarin atau tepatnya tanggal 3 Januari 2022, saya memperkenalkan pembelajaran Aksara Jawa menggunakan peraga. Peraga tersebut saya namai "Boling Hanacaraka". Peraga ini terinspirasi dari permainan boling mini yang saya lihat sewaktu jalan-jalan ke Pasar Wisata Bojonegoro, tiga malam sebelumnya.

Peraga yang masih konsep atawa ngendon di awang-awang ini, langsung saya eksekusi bersama para siswa. Yang sehari sebelumnya, mereka saya minta membawa sebuah botol minuman bekas berukuran sedang. Dan untuk membuatnya tak memerlukan banyak bahan. Selain botol tadi, cuma membutuhkan kertas buffalo dua warna dua dan bola. Untuk alatnya hanya perlu gunting, staples, dan spidol papan tulis.

Sebenarnya tujuan utama saya memanfaatkan peraga ini, untuk menguji sejauhmana tingkat penguasaan materi Layang Hanacaraka. Dan hasilnya ternyata keseluruhan siswa tidak hafal. Ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagi saya. Sebab mereka ini adalah murid saya di kelas sebelumnya, yang baru lepas enam bulan lalu. Padahal saat mereka masih dalam genggaman, mereka belajar Aksara Jawa tiga kali dalam sepekan (sesudah jam sekolah, selama 30 menit). Dan mereka telah ngelotok di masa itu. Makanya saya merasa aneh, masak dalam waktu singkat hafalan itu menjadi lenyap.

Dengan menggunakan peraga tadi hasilnya cukup lumayan, dalam waktu singkat anak-anak mampu mengingat kembali Layang Hanacaraka, meski bisa dikatakan belum seratus persen. Apakah ini merupakan dampak dari pemanfaatan media dalam pembelajaran? Selama ini, saya jarang memakai media dalam pembelajaran bahasa. Saya cenderung terus menerus menggunakan prinsip verbalisme, baik itu untuk Bahasa Indonesia maupun Bahasa Jawa. Mungkin ini akibat dari "mitos" tentang pembelajaran bahasa yang monoton medianya, yang saya terjebak di dalamnya. Yang menguarkan pernyataan, semakin tinggi jenjang kelasnya, semakin tidak ada. Dan meninggalkan flashcard sebagai satu-satunya yang tersisa.

Dan karena hasilnya tadi belum seratus persen, maka minggu depan mereka akan saya perlihatkan alat peraga edukatif bernama Gendhera Hanacaraka. Mungkin dengan peraga ini, anak-anak lebih cepat melakukan memorizing Aksara Jawa dengan lebih cepat dan melekat. Dan poin melekat inilah yang lebih wajib. Sebab tak ada gunanya, jika cepat bisa, tapi juga cepat hilang. Selain daripada itu, mengajak para murid untuk mampu berkreasi memanfaatkan benda-benda yang sudah tak layak pakai, untuk dijadikan media pembelajaran. Sehingga kelak mereka, mampu adaptif dan inovatif terhadap perkembangan jaman, tanpa mengesampingkan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Serta mampu melejitkan kesejahteraan diri dan tidak larut dalam gaya hidup hedonisme.

Bojonegoro, 3 Januari 2023



02 Januari, 2023

,

Serba Pertama

Serba Pertama
(Hari Pertama Masuk Sekolah)
Oleh: Ajun Pujang Anom


Hari ini, tanggal 2 Januari 2023, bisa dikatakan serba pertama bagi saya. Menjadi pengajar di kelas 6, untuk yang pertama kali. Sebab selama lebih dari 20 tahun mengajar, belum pernah namanya menjadi guru kelas di kelas itu. Kemudian pertama kali pula, memberi tugas menggambar di hari pertama masuk sekolah. Tepatnya tugas membuat poster dengan tema lingkungan hidup, sesuai dengan materi pelajaran. Biasanya bertahun-tahun, memberi tugas menuliskan tentang kegiatan liburan.

Di hari pertama ini juga, ruangan kelas saya berbagi dengan kantor guru. Karena kantor guru sedang direhab. Jadilah kantor guru ikut nebeng. Sehingga ruangan kelas menjadi penuh sesak. Lemari-lemari administrasi berjajar di kedua sisi kelas. Sedangkan meja guru di belakang kelas. Meskipun begitu, anak-anak terlihat enjoy saja. Tapi tidak dengan saya. 

Terlepas dari itu, saya tetap senang. Sebab sudah menjadi hal yang wajib di hari pertama, selalu pulang lebih awal. Walaupun selisihnya tak banyak, cuma 30 menit. Namun minimal bikin hati riang. Dan kegembiraan ini, kalau dipikir-pikir kok tak perlu ada. Tetapi kita semua tetap menyukainya.

Karena ini tulisan pertama kali di awal semester kedua, makanya dibuat pendek-pendek saja. Plus di awal tahun pula. Biar tak bikin mata capek melihatnya. Selain daripada, isinya juga biasa-biasa saja. Tak ada yang menonjol. Dan kalau Anda seorang guru, pastilah melakukan hal yang tak jauh beda.

NB: Gambar di atas merupakan karya salah satu murid saya.

Bojonegoro, 2 Januari 2023